Minggu, 02 Juli 2023

Serunya Garebeg Besar EHE 1956

Halo, Sobat PIKIRAN POSITIF? Adakah di antara kalian yang orang Yogyakarta? Kalau ada, jangan-jangan tempo hari juga nonton rayahan gunungan Garebeg Besar EHE 1956?

Memunguti serpihan gunungan (Dokpri Agustina)


Andaikata nontonnya di Pelataran Kagungan Dalem Masjid Gedhe Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat (lebih dikenal dengan nama Masjid Gedhe Kauman), berarti kita satu lokasi. Cuma enggak berjodoh saja. Jadi, tidak diperjumpakan oleh-Nya. Haha!

Mari kembali ke rayahan gunungan Garebeg Besar EHE 1956. Itu apa, sih? Acara apakah?

Baik. Akan kujelaskan satu per satu. Rayahan itu bahasa Jawa yang berarti rebutan. Adapun gunungan bisa kalian lihat pada foto berikut ini.
 

Mendokumentasikan gunungan (Dokpri Agustina)


Sesuai dengan namanya, gunungan adalah sesuatu yang dibikin menyerupai gunung. Dibuatnya dari bahan-bahan pangan hasil bumi, yaitu pertanian dan perkebunan. Di antaranya ada palawija dan sayur-mayur.

Apa pula arti Garebeg Besar EHE 1956? Garebeg Besar adalah garebeg yang diselenggarakan dalam rangka Iduladha. Sementara EHE berarti warsa (tahun) EHE. Ini merupakan nama tahun dalam kalender Jawa. Adapun rangkaian angka yang menyertainya menunjukkan hitungan tahun pada saat ini, yang telah mencapai warsa EHE 1956.

Jadi, rayahan gunungan Garebeg Besar berarti rebutan gunungan yang diselenggarakan dalam rangka perayaan Iduladha atau Garebeg Besar. Yang tahun ini jatuh pada tanggal 29 Juni 2023. Harinya Kemis Legi, 10 Besar 1956 warsa Ehe (tahun Ehe). Bertepatan dengan Hari Raya Iduladha 1444 Hijriah.

Mendapatkan kacang panjang (Dokpri Agustina)


Begitulah tradisinya. Tiap tahun, dalam rangka perayaan Iduladha, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Kraton Yogyakarta) selalu menyelenggarakan Hajad Dalem Garebeg Besar.

Perlu diketahui bahwa "Besar" di sini merujuk pada nama bulan. Tepatnya nama salah satu bulan dalam kalender Jawa. Adapun dalam kalender Hijriah, Besar disebut Dzulhijjah.

Pelaksanaan Hajad Dalem Garebeg Besar EHE 1956 pada pukul 10. 00 WIB. Lokasinya di Pelataran Kagungan Dalem Masjid Gedhe Kraton Yogyakarta (biasa disebut Masjid Gedhe Kauman).
 

Menunggu gunungan tiba (Dokpri Agustina)


Garebeg Besar bukanlah satu-satunya Garebeg yang diselenggarakan oleh Kraton Yogyakarta. Masih ada dua Garebeg (kerap pula disebut Grebeg) lainnya. Total dalam satu tahun, ada tiga Garebeg yang diselenggarakan.

Ketiganya adalah Garebeg Sawal (dilaksanakan setelah Salat Idulftri), Garebeg Besar (dilaksanakan setelah Salat Iduladha), dan Garebeg Maulud (dilaksanakan pada akhir perayaan Sekaten, yang digelar dalam rangka merayakan Hari Lahir  Nabi Muhammad SAW).

Jika kalian asli Yogyakarta, niscaya tahu tentang hal ini. Terlebih kalau berdomisili di seputaran Kraton Yogyakarta, Masjid Gedhe Kauman, dan Pura Pakualaman. Kemungkinan besar pernah--setidaknya satu kali dalam hidup--menonton salah satu dari pelaksanaan Garebeg.

Atau jangan-jangan, malah pernah ikut ngrayah yang sampai naik-naik ke gunungannya? Luar biasa. Pastilah itu menjadi salah satu pengalaman berkesan dalam hidup kalian.

Tatkala itu kalian tentu bangga sebab berhasil memenangkan adu cepat dalam memanjat gunungan. Jadi, bisa leluasa memilih item gunungan mana yang akan diambil.

Lebih dari itu, ada rasa bangga pula karena bisa membantu orang-orang yang tak sanggup merapat ke gunungan. Membantunya dengan cara melemparkan (membagikan) item-item gunungan ke mereka.

Abdi Dalem Kanca Abrit dan gunungan yang tandas (Dokpri Agustina)


Di situlah serunya. Tatkala orang-orang berebutan menangkap apa pun item gunungan yang dilemparkan. Sembari berteriak-teriak dan ketawa-ketiwi. Bahkan ada yang sampai saling omel sebab saling klaim sayuran segala, lho.

Mohon jangan julid dengan berkomentar, "Ya ampun, kayak gitu aja diperebutkan. Bisa beli di pasar dan enggak mahal."

Ahaaai. Ini bukan tentang mampu tak mampu beli sendiri. Ini tentang kebahagiaan. Istilahnya, mereka sedang ngalap berkah. Berusaha menangkap keberkahan dari sedekah Ngarsa Dalem.

Perlu diketahui, gunungan adalah simbol dari rasa syukur raja atas hasil bumi yang diperoleh. Yang kemudian rasa syukur itu diwujudkan dalam bentuk sedekah kepada rakyatnya. Berhubung jumlahnya terbatas, gunungan pun diperebutkan. Tidak dibagikan secara langsung orang per orang.
 

Narsis seusai rayahan gunungan (Dokpri Agustina)


Kalau kupikir-pikir, justru serunya karena rayahan itu. Semua jadi antusias dan "berjuang" untuk dapat ngalap berkah.

Hmm. Ini bukan tentang kesaktian yang magis atau yang gimana-gimana, lho. Gunungan yang diperebutkan memang sudah terberkahi oleh doa-doa yang dilantunkan oleh para ulama kraton.

Oke. Kucukupkan di sini ceritaku tentang serunya rayahan gunungan Garebeg Besar EHE 1956. Insyaallah akan kutuliskan lanjutannya. Tunggu, ya. Bakalan ngomongin prajurit-prajurit kraton juga, lho. Yang ikut mengarak gunungan Garebeg Besar EHe 1956.




43 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Wah asik juga yah tradisinya. Dulu di kampung ku ada jg nih kayak ginian, tapi rebutan telur pas maulid

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kok seru kampungnya, Mbak? Di manakah itu? Sepertinya punya keterkaitan dengan kraton?

      Hapus
  3. Pernah ke yogyakarta saat study tour SMA. Tapi gk lihat acara seru ini. Rame banget ya acaranya. Tradisinya setiap iduladha ya kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, tiap Iduladha. Kalau ke Jogja tidak pada saat itu ya tidak bisa nonton.

      Hapus
  4. Apakah ini terkait sesaji gitu mbak? Karena dengar-dengar kabar, ada yanf menjadikan sebagai jimat. Benar tidak ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe ... kalau soal jimat itu untuk orang-orang zaman dahulu kayaknya. Kalau zaman now rebutan, dapat bagian dari gunungan, buat disimpan jadi kenangan. Walaupun tak menutup kemungkinan, ada yang niatnya buat cari berkah dari sultan juga. Namun, bukan dalam arti menuhankan sultan lho, ya.

      Hapus
  5. Udah satu setengah tahun di jogja tapi belum pernah nonton tradisi2 seperti ini. Bentar lagi mau balek kampung huhu. Padahal masih banyak hal2 di jogja yang belum ku eksplorr..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, Kak. Semoga sebelum balik kampung sudah makin eksplore Yogyakarta, deh.

      Hapus
  6. Kalau di daerah Jawa Timur ada tradisional namanya lebaran kupat yang diadakan seminggu setelah lebar Idul Fitri. Mungkin di Yogyakarta juga ada

    BalasHapus
    Balasan
    1. O, Lebaran Kupat itu tidak ada di Yogyakarta, Kak. Justru di kampung halamanku di pantura Jawa Tengah sana, ada. Jawa Tengah dan Jawa Timur memang punya tradisi Lebaran Kupat itu.

      Hapus
  7. Saya (ngacung) sebagai orang Jogja. Yah walaupun Jogja bagian selatan ya. Hehe. Selalu antusias dengan yang namanya Garebeg tapi ya kok ndelalah belum bisa ikut prosesinya sampai sekarang ini.

    BalasHapus
  8. baru tahu soal Garebeg Besar EHE 1956? ini dan makin bangga ya bahwa negara kita itu kayak banget akan budaya yang unik dan menjadi salah satu kebanggaan bagi Indonesia karena memiliki anekaragam budaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Kak. Indonesia kita sungguh kaya budaya yang penuh warna dan makna.

      Hapus
  9. Wahh kudu jadwalin ke Jogja nih pas jelang gerebeg besar dan gerebeg2 yg lain. Seruu ya dan pasti rame. BTW gunungan biasanya terdiri dari apa aja? sayur2an atau yg lain?

    Baru tau juga ada abdi dalem yg pake seragam merah, makanya disebut abrit ya (basa jawa alusnya merah).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, benar. Abrit adalah merah.

      BTW gunungan terdiri atas bahan pangan dan hasil bumi.

      Hapus
  10. Saya baru sebatas membaca/mendengar cerita aja. Pengen sesekali bisa melihat langsung tradisi ini. Pasti bakal semangat banget nontonnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, Mbaaaak. Cuma nonton orang rayahan gunungan aja kita kesetrum semangatnya.

      Hapus
  11. Wah aku suka banget acara-acara budaya kayak gini. Saat orang-orang tumpah ruah menikmati prosesinya, lalu rebutan ngalap berkah dari gunungan, pasti jadi kebahagiaan tersendiri kalau bisa dapat sayur/buah atau apapun isi dari gunungan itu

    BalasHapus
  12. Baca acara budaya di Yogyakarta jadi ingin main ke sana lagi, deh! Kota Yogyakarta memang ngangenin. Padahal saya sudah beberapa kali ke sana, tapi masih pengen main ke sana lagi hehehe
    Sukaaa dengan suasana di sana, apalagi kalau ada acara-acara budaya seperti Garebeg Besar. Pasti seruuu!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus tinggal di Yogyakarta kayaknya, Mbak, agar tak merasa rindu melulu.

      Hapus
  13. Punya darah jogja tp ga pnh ngerasain kehebohan acara Gerebeg Besar, serasa org Jogja abal2 nih aku..hihi. Kapan2 ikutan liat ah, tanggalin kalender dulu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, Kak, mesti ditandai tanggalannya kalau gak mau kelewat.

      Hapus
  14. Masya Allah baru tahu di Yogyakarta ada tradisi ini. Keren dan meriah ini Kak. Setiap habis Idul Adha jadi seru karena naik Gunungan ya?

    Tradisi ini harus terus lestari di Bumi Nusantara Kak, Teddy nggak tahu dan nggak pernah lihat langsung, Alhamdulillah lewat artikel ini jadi paham.

    Terima Kasih ya Kak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Okee. Sama-sama. Terima kasih telah singgah di sini.

      Hapus
  15. Tak diragukan lagi sih, Mbak. Jogja gitu lo.. pasti masih kental dengan kegiatan-kegiatan adat khasnya. Pasti seru banget ya.. tadi kukira "Rayahan" itu artinya perayaan.. eh ternyata rebutan 😅

    BalasHapus
  16. Halo, admin. Garebeg Besar EHE 1956 ini pasti seru ya, dan rame nggak ketulungan pasti. But, tetep aja sih ya kalo ada rayahan kek gini, aku bakal jadi penontonya aja, karena nggak kebayang sama kondisi rebutan itu, haha..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bhahahabideeem. Diriku pun cuma nonton dan motret.

      Hapus
  17. Sering nonton gerebeg besar gini di TV, tapi belum pernah mengalami sendiri. Pasti lebih seru ya, walaupun sepertinya aku cuma akan menonton dan mengabadikan dengan kamera.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama dong, Mbk, aku juga cuma nonton dan motret. Setu mengamati orang rayahan.

      Hapus
  18. Masih lestari ya Mbak tradisi-tradisi Kraton Ngayogyakarta termasuk Garebeg Besar ini. Aku belum pernah lihat tentu saja, karena baru sekali ke Yogya dan itupun enggak mampir Kraton dan bukan waktunya Garebeg Besar. Hehe.
    Kalo di Solo aku cuma pernah liat orang-orang ngalap berkah pas sekaten. Acaranya hampir sama kayaknya ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Secara garis besar, Srkaten Yogya dan Dolo sama pastinya. Kalau detilnya entah ada yang beda atau tidak.

      Hapus
  19. Baru tahu tradisi ini di Yogyakarta. Ternyata seru sekali untuk disimak. Semoga nanti bisa berkunjung juga dan melihat Garebeg Besar secara langsung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau mau nonton garebeg besar datanglah pas Iduladha, Kak.

      Hapus
  20. Saya yang lama di Yogya, malah baru tahu kalau ada tradisi garebeg besar ehe ini. Jadi pengen ikutan ah kalau ada lagi acaranya

    BalasHapus
  21. senengnya itu pas rebutan, apalagi kalau dapat ya kan. Rasanya seneng banget. Bukan berapa nilainya bisa kta beli di pasar, tapi momen dan keyakinan keberkahan dari acara itu.

    BalasHapus
  22. Wahhh aku pernah menyaksikan dan ikut andil dalam event ini, seru banget dan pada saat itulah ketemu dengan si dia yang sudah tidak lagi bersama. Tapi ngangenin banget sih hhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuaaadugh hahhahaa ... endingvdarai komentarnya bikin pilu.

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!