HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF? Sekarang aku akan bercerita tentang Garebeg Mulud Jimawal 1957. Yang artinya, garebeg yang diselenggarakan pada Rabiul Awal 1445 H.
Hajat Dalem Garebeg Mulud dilakukan pagi hari setelah Kondur Gongso. Jadi pada tahun 2023 ini, karena Kondur Gongso-nya pada Rabu malam, Garebeg Mulud dilaksanakan Kamis pagi. Bertepatan dengan tanggal Masehi 28 September 2023.
Prosesi Garebeg Mulud tersebut dimulai pukul 10.00 WIB. Bermula dari Bangsal Pancaniti di Kamandungan Lor, melewati Regol Brajanala, Sitihinggil Lor, Bangsal Pagelaran, dan berakhir di Pelataran ingkang Kagungan nDalem Masjid Gedhe Kraton (Masjid Gedhe Kauman).
Pelataran Masjid Gedhe Kauman adalah titik terakhir dari prosesi Garebeg Maulud, yang sekaligus menjadi tempat rayahan (rebutan) gunungan. Oleh karena itu, orang-orang yang berniat ikut rayahan gunungan akan langsung menuju area Masjid Gedhe Kauman.
Jika ingin menonton betapa "gilanya" situasi rayahan gunungan, silakan cek saja di akun-akun IG, Tiktok, atau Youtube yang menayangkannya. Sebab tempo hari fokusku di sekitar Bangsal Pagelaran, aku cuma bisa mendokumentasikan situasi di situ setelah gunungan tinggal sisa-sisa.
Perlu diketahui bahwa ada 5 gunungan yang diperebutkan di Pelataran Masjid Gedhe Kauman. Lalu, siapa yang membawa semuanya ke situ? Tim kanca abrit, dong.
Kanca abrit pula yang membawa pulang peranti memikulnya. Kasihan juga kupikir-pikir. Keluar kraton berat, masuk kraton masih lumayan berat. Untunglah saja tim ini seragamnya memakai alas kaki. Kalau tanpa alas kaki, alangkah makin berat beban tugasnya.
Ada 10 bregada (kesatuan prajurit) yang menyertai 5 gunungan yang akan dirayah di Pelataran Masjid Gedhe Kauman. Kesepuluh bregada itu adalah wirabraja, dhaeng, patangpuluh, jagakarya, prawiratama, ketanggung, mantrijero, nuytra, bugis, dan surakarsa.
Baiklah. Supaya lebih bersemangat, mari lihat beberapa penampilan bregada Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
O, ya. Sesungguhnya gunungan yang dibuat Kraton Yogyakarta berjumlah 7. Namun, yang 2 dikirim ke Pura Pakualaman dan Kepatihan. Di kedua tempat tersebut, gunungannya juga dirayah.
Bagaimana nih, menurut kalian? Prosesi Hajat Dalem Garebeg Mulud dengan rayahan gunungannya memang seru toh?
Artikel ini memberikan wawasan yang menarik tentang Garebeg Mulud Jimawal 1957 di Yogyakarta. Prosesi Garebeg Mulud dan tradisi rayahan gunungan adalah bagian dari budaya dan warisan yang kaya di Yogyakarta. Ini adalah momen yang penuh semangat dan penting dalam kalender budaya masyarakat setempat.
BalasHapusPenting untuk memahami dan menghargai tradisi-tradisi seperti ini, karena mereka mencerminkan kekayaan budaya dan warisan yang unik dari daerah tersebut. Semoga acara seperti ini terus dijaga dan dirayakan, sehingga dapat terus diteruskan kepada generasi mendatang.
Terima kasih telah berbagi informasi ini, dan saya harap untuk membaca lebih banyak tentang budaya dan acara-acara khas Yogyakarta di masa depan.
Terima kasih atas apresiasinya.
HapusTeruslah menulis tentang kearifan budaya lokal...
Hapusagar anak dan cucu kita nanti tidak lupa akan budaya leluhur dan sejarah bangsa
lanjutkan !!!
Insyaallah, siap.
Hapussebuah perhelatan agama yang kental dengan budaya yang selalu dilakukan setiap tahun. memiliki makna yang dalam dan selalu jadi hal mutlak dan wajib dibeberapa daerah di Jawa sebagai bentuk wujud syukur
BalasHapusYoi, Bang. Seremonial yang padat makna.
HapusBegitu banyak budaya yang kaya akan makna kehidupan serta perlunya pelestarian budaya seperti ini agar tidak lekang oleh gempuran budaya luar yang sekarang kuat menghampiri generasi saat ini.
BalasHapusSemoga ya, mari kita upayakan bersama.
HapusAcaranya seperti salah satu upacara adat di bali. Di bali juga suka ada acara kaya gitu yang berkaitan dengan perayaan keagamaan.
BalasHapusOiya, Bali juga kaya tradisi dan budaya.
Hapusterima kasih kak tulisannya, jadi tambahan pengetahuan budaya. padahal saya pernah tinggal di jogja tapi baru tahu ada acara ini. bolehlah nanti diagendakan untuk ikut menyaksikannya, sepertinya seru
BalasHapusYoi sama-sama. Semoga bisa reunian ke Yogya.
HapusSaya tinggal di Jogja tapi justru sering melewatkan acara-acara seperti ini karena kalau tanggal merah sering pulang ke kampung halaman. Nice sharing kak!
BalasHapusOalah, iya, iya, apa boleh buat?
HapusSaya belum pernah lihat langsung perayaan seperti ini. Kalau berkesempatan, pasti bakal antusias banget, deh. Karena akan menjadi pengalaman pertama.
BalasHapusHe'em, Mbak. Kita pasti antusias liat orang-orang rayahan.
HapusSeru ya kalau bisa ikutan menyaksikan tradisi mauludan. Euforianya sampai ke wisatawan juga lo. Kalau di Malang, ini maulud-annya ke pawai telor, yang di susun dan dibentuk-bentuk jadi kubah masid atau aneka bentuk boneka islami. ❤️❤️
BalasHapusWah pasti seru juga itu di Malang.
HapusBaru tau bakunya Grebeg jadi Garebeg ya? Kapan2 pingin ikut nonton ah , bikin nambah wawasan juga pingin merasakan atmosfernya. Sepertinya seru banget!
BalasHapusIya, Mbak. BTW tinggal di Semarang kan ya? Dekatlah klo mau liat garebeg.
Hapusapa makna filosofis dari bentuk rayahan gunungan ?
BalasHapusdan kena jumlahnya 7 ?
tq
Sejauh ini saya belum mendapatkan penjelasan "ilmiah dan filosofis" terkait bentuk gunungan. Belum nemu referensinya dan klo nanya para pinisepuh, jawabnya ya "tak ada makna tertentu". Justru nama gunungan muncul sebab bahan sayuran, buah, sembako ditumpuk jadi satu sehingga menggunung.
Hapusapa makna filosofis dari bentuk rayahan gunungan ?
BalasHapusdan kenapa jumlahnya harus 7 ?
misalnya knp bukan angka 8 karena angka delapan secara bentuk seperti tidak ada putusnya, dimana dalam kebudayaan tertentu dipakai sebagai simbol kemakmuran..
tq
Setahu saya, soal angka ini gak harus 7. Konon dahulu malah gunungannya sampai belasan.
Hapussesekali pengin banget ikut acara grebeg maulud. rebutan buah atau kue di gunungan. Tapi dulu nggak pernah kepikiran, pas sudha merantau malah pengin ikutan acara seperti itu
BalasHapusSaya cuma berani nonton, Mbak. Enggak mau ikut mimbrung rebutan.
HapusBekum pernah ikut bahkan ngeliat doang jg gak pernah. Kayaknya seru banget ini. Salut liat bregada kratonnya.. ada yg udah tua juga ya..
BalasHapusIya, bregada nih banyak yang tua-tua.
HapusSeru banget grebeg mulud kaya gini, soalnya aku yang bukan muslim suka ikutan 😎👌
BalasHapusIya, Kak. Ini perayaan untuk siapa saja, kok.
Hapusseneng banget kalau udah menyaksikan budaya-budaya seperti ini, rasanya bangga banget kalau Indonesia itu kayak banget akan budaya, kalau di saya acaranya maish seputar pengajian, lomba-lomba anak-anak, dan masak bareng gitu
BalasHapusTak jadi soal, Kak. Yang penting merayakan kelahiran Rasulullah SAW dg kebaikan.
HapusSeru juga kalo bisa menyaksikan budaya grebek maulud ini. Btw makasih infonya kak, menambah wawasan ku tentang berbagai macam budaya.
BalasHapusSama-sama. Alhamdulillah klo tulisan ini bermanfaat.
HapusSeragam prajutritnya kayak seragam kompeni ala Eropa gitu ya mba, emang begitukah dari awalnya? terbayang prajurit jaman majapahit gitu=)
BalasHapuskalau "garebeg" sendiri ada artinya ga mba?
terima kasih ulasannya ya!
Iya, Mbak. Memang ada pengaruh Eropa. Ini 'kan prajurit Kraton Yogyakarta, yg dalam banyak hal, di kraton ybs memang banyak akulturasi budaya dg Eropa.
HapusHehe ... klo prajurit Majapahit pasti lebih sederhana seragamnya. Gak pakai baju klo dlm lukisan2. Era Majapahit memang jauuuuh sebelum era Kraton Yogyakarta.
Garebeg atau kerap disebut pula grebeg, kurang lebih berarti persembahan. Dalam hal ini persembahan untuk Sang Pemberi Rezeki.
Seru banget ya kak acaranya. Dan masing-masing daerah punya cara dan tradisi sendiri-sendiiri dalam merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW
BalasHapusYoi, Kak. Benar. Lain daerah lain caranya.
HapusWah ternyata seru juga ya acara maulidnya kak disana kalau disini mah hanya sekedar dimasjid memang tiap daerah mempunyai cara dan tradisi masing-masing
BalasHapusBerarti di tempatmu lebih khusus, Kak. Lebih Islami.
HapusIni beneran seru bgt. Pengen deh kpn2 pada wkt deket2 maulid nabi main2 ke jogja biar bisa liat grebeg maulud kyk gini.
BalasHapusAyo, Kak. Agendakan.
Hapus