HALO Sobat PIKIRAN POSITIF. Hati ini aku mengikuti acara yang amat berfaedah, lho. Yup! Itulah acara Workshop Penulisan Sejarah. Penyelenggaranya Komunitas Malamuseum. HTM-nya 10 ribu rupiah saja. Terlalu murah pokoknya.
Serius. Aku jadi tahu cara berselancar demi mendapatkan referensi sejarah yang akurat. Intinya, sang narsum menginformasikan kepada kami mengenai a-z cara pemanfaatan internet, untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk penulisan sejarah.
Yang cukup menantang, kami diajak Praktik Menulis Sejarah. Untung praktiknya berkelompok. Tidak individual. Lumayan degdegan aku, tuh. Peserta paling tua, tetapi merasa paling kurang referensi soalnya. Hahaha!
Mula-mula semua peserta dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok berisi 3 orang. Kemudian kami harus membuat konten sejarah untuk diunggah di Instagram. Boleh reel, feed, atau story.
Tentu ada pemantik ide untuk bikin konten tersebut. Adapun pemantik yang diterima masing-masing kelompok berupa sejumlah arsip sejarah.
Yang cukup menantang, kami diajak Praktik Menulis Sejarah. Untung praktiknya berkelompok. Tidak individual. Lumayan degdegan aku, tuh. Peserta paling tua, tetapi merasa paling kurang referensi soalnya. Hahaha!
Mula-mula semua peserta dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok berisi 3 orang. Kemudian kami harus membuat konten sejarah untuk diunggah di Instagram. Boleh reel, feed, atau story.
Tentu ada pemantik ide untuk bikin konten tersebut. Adapun pemantik yang diterima masing-masing kelompok berupa sejumlah arsip sejarah.
Istimewanya, arsip yang diberikan kepada peserta berkaitan dengan program Pameran Arsip dan Seni Historiafest Malam Museum dengan tema “Baboe en Djongos: Pekerja Rumah Tangga Pada Masa Kolonial”. Alhasil, aku merasa ini seperti bocoran alus tentang pameran itu.
O, ya. Satu kelompok yang kontennya terbaik mendapatkan mini doorprize. Nah. Berhubung kelompokku tidak menang, tentu saja aku tak tahu apa mini doorprize-nya.
O, iya. Tiap kelompok berisi 3 orang. Teman kelompokku bernama Tya dan Dimas. Keduanya genZy. Lebih tua beberapa tahun daripada anakku. Untunglah jiwaku gaul dan tetap muda. Jadinya, enggak kagok aku berkomunikasi dengan mereka. Yeah, mau bagaimana lagi. Nyaris semua pesertanya genZy kok, ya. Hahaha!
Baiklah. Begitu saja cerita singkatku. Semoga menginspirasi, menghibur, dan bisa memantik motivasi untuk giat belajar di usia berapa pun.
Wah .... Salut buat Mbak. Bagi saya dari muda otak ini tidak kuat menopang cerita2 sejarah yang disampaikan guru.
BalasHapusHehehe saya juga penuh daya upaya kok, Bu, untuk memahami sejarah.
HapusWah unik sekali ini. Coba ya bisa ikut. Trmksh sharingnya
BalasHapusOke. Sama-sama. Terima kasih pula telah berkunjung.
Hapus