Adapun kenormalan baru (new normal) yang dimaksudkan, tak lain dan tak bukan berupa kewajiban untuk memakai masker. Tiap orang harus bermasker jika berkegiatan di luar rumah. Terutama kalau kegiatannya mesti berinteraksi dengan orang lain. Bahkan, porsi interaksinya dibatasi. Tidak boleh lama-lama dan jumlah orangnya tidak boleh banyak-banyak. Harus pula jaga jarak.
Lalu, ke mana-mana kita mesti membawa hand sanitizer. Kalau mau menggaruk area muka yang gatal, kita mesti membersihkan tangan dulu. Hendak makan atau minum pun demikian. Bisa dengan hand sanitizer yang kita bawa atau dengan mencuci tangan di wastafel umum, yang mendadak bermunculan bagaikan cendawan di musim hujan.
Iya, lho. Selama pandemi Covid-19 di seantero kotaku bermunculan wastafel umum. Bentuknya beragam. Ukurannya berlainan. Ada yang tampilannya mewah, ada yang simpel saja. Ada yang disediakan oleh instansi tertentu, ada yang disediakan perorangan. Salah satunya yang tampak pada foto berikut.
Wastafel yang tampak pada foto di atas merupakan wastafel resmi dari pemkot Yogyakarta. Dibagikan ke kampung-kampung yang termasuk ke dalam wilayah Kota Yogyakarta. Dengan demikian, kamu pasti tidak familiar dengan wastafel hijau itu kalau tidak berdomisili di Kota Yogyakarta.
Kupikir-pikir, seruan untuk cuci tangan sangatlah keren. Terlebih disertai dengan disediakannya wastafel di berbagai titik. Jadi, bukan model anjuran omdo alias omong doang.
Makin keren ketika ternyata penyedia wastafelnya berasal dari berbagai kalangan. Tidak hanya dari pihak pemerintah. Bukankah ini menunjukkan kepedulian tinggi dari masyarakat?
Mungkin sebetulnya ada yang kurang peduli. Mereka bisa jadi ikut menyediakan wastafel demi tujuan tertentu. Misalnya untuk keperluan branding. Namun sebagai rakyat jelata, hal itu tak jadi masalah bagiku. Yang terpenting adalah manfaat dan fungsinya.
Sejujurnya aku merasa hepi dengan kehadiran wastafel di tempat-tempat umum. Terlebih kalau bentuknya estetik. Sebab selain memudahkan kalau hendak mencuci tangan pada saat nongkrong, wastafelnya bisa dipotret. Koleksi foto wastafelku banyak, lho. Sampai kubuat album di Facebook.
Namun seperti yang biasa terjadi, wastafel-wastafel itu kini tiada berbekas. Apa boleh buat? Pandemi berhenti, budaya cuci tangan juga dipaksa berhenti. Kalau wastafelnya saja dihilangkan, otomatis kita tidak bisa mencuci tangan. Karena fasilitasnya tidak ada, lama-kelamaan budaya cuci tangan yang telah terbangun menjadi runtuh. Dipaksa berhenti.
Ke manakah wastafel-wastafel itu? Entahlah. Akan tetapi, kuyakin kalau semuanya pasti dijadikan rongsokan. Saat masih berada di lokasinya saja dibiarkan berkarat. Pun, tak ada air bersihnya.
Sayang banget sebetulnya. Andai kata semua wastafel umum warisan zaman pandemi Covid-19 itu dirawat, dipelihara baik-baik sehingga tetap berfungsi, tentu orang-orang hingga sekarang masih bisa mempergunakannya. Dengan demikian, ajaran gaya hidup sehat melalui kebiasaan mencuci tangan tetap lestari.
Perlu diketahui, kebiasaan mencuci tangan (apalagi dengan sabun) adalah salah satu kunci hidup sehat. Bukan cuma saat pandemi Covid-19, melainkan kapan pun. Bahkan ada Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, lho. Yang jatuhnya tiap tanggal 15 Oktober.
Nah 'kan? Sayang bangeeet, malah peranti penunjang kebiasaan cuci tangannya dimusnahkan. Tanpa jejak sama sekali. Untung saja aku sempat mendokumentasikan sebagiannya.
Heran juga. Kenapa kita selalu begini? Di awal berlomba-lomba membuat wastafel aneka bentuk, ujungnya berlomba-lomba mengabaikan pemeliharaannya. Sementara kalau semua wastafel terpelihara baik, bisa sekaligus berfungsi sebagai monumen pengingat. Pengingat bahwa kita pernah melewati pandemi Covid-19.
Sekali lagi, apa boleh buat? Suka tidak suka memang harus diakui bahwa kita ini punya budaya "bisa membuat, tetapi tidak piawai merawat". Apakah perlu diruwat?
Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.
di kotaku waktu pandemi kemarin juga banyak bermunculan wastafel mbak, Di pasar, di perkantoran, di depan warung-warung buanyak banget
BalasHapussekarang kalau lewat ga keliatan lagi dimana wastafelnya
kecuali kalau di bank masih ada dan terawat
Nah, makin terbukti deh kalau kita bisa membuat dan sulit merawat.
Hapusruwaten ae, mbak.. wekekeke. tapi cen gitu sih ya? apa terkadang kita ini harus dihajar dulu dengan kondisi tertentu agar sikap perbaikan dan kepedulian terlaksana di kehidupan keseharian secara bersamaan?
BalasHapusNah, masalahe bar dihajar yo mbalik maneh ðŸ˜ðŸ˜
HapusSaya masih ingat jelas betapa pentingnya wastafel saat pandemi. Setiap kali keluar rumah, saya selalu mencari wastafel untuk mencuci tangan. Wastafel jadi simbol kebersihan dan perlindungan diri.
BalasHapusBetul banget, Bang.
HapusBeberapa orang mungkin wastafel itu memanglah penting. Tapi bahaya juga kalo wastafel ada di luar, apalagi di jakarta. Belom tentu aman tuh wastafel
BalasHapusNewsartstory
Bahaya klo dicuri, ya?
HapusBener banget di sekolah anak saya juga segitunya di dalam dan di luar dibuat wastafel. Lah lepas pandemi, wastafel bocor, sampai banjir kemana² pihak sekolah sama sekali tidak membetulkannya
BalasHapusIni instansi lho... Terlihat banget ya abainya sama sarana yg dulunya dibiayai negara
Duuh.
HapusIya sayang sekali banyak wastafel sekarang tidak terawat dan tidak dimanfaatkan dengan baik, padahal cuci tangan juga penting meskipun gak pandemi
BalasHapusBetuuul.
HapusWestafel, saksi bisu saat kita berjuang melawan pandemi dulu. Sekarang sayangnya udah banyak yang gak terawat, padahal waktu pandemi, westafel banyak sekali yang nyari
BalasHapusYup.
HapusWah, bener banget! Sayang banget wastafel-wastafel itu hilang. Semoga bisa ada lagi biar kebiasaan cuci tangan tetap jalan, ya!
BalasHapusYoiii.
HapusAhh bener banget! Padahal sebenarnya wastafel ini bisa terus dirawat, tidak cuma ketika pandemi doang. Kehadiran wastafel ini cukup membantu untuk orang-orang yang emang pengin cuci tangan. Atau bahkan kalau airnya bisa diminum, itu juga bisa membantu orang-orang yang (maaf) kurang punya dan butuh minum.
BalasHapusTepat sekali.
HapusWah, sayang banget wastafel-wastafel sekarang ini sudah langka. Padahal kebiasaan cuci tangan tetap jalan, itu baik lho ya!
BalasHapusIyaaa.
HapusYa ampuuun, sampai ngoleksi foto wastafel! Bener-bener pejalan ini sih, sampai nemu banyak wastafel di berbagai penjuru kota.
BalasHapusKebiasaan cuci tangan waktu pandemi itu mestinya berlanjut sih. Pandeminya sih jangan.
😃😃
HapusKarena Teddy cukup jarang keluar rumah jadi nggak terlalu banyak ketemu wastafel-wastafel unik modelan di artikel Kakak.
BalasHapusTapi walau begitu memang cukup terasa perkembang biakan wastafel-wastafel jenis ini ketika Covid-19 mendera bumi ini. Memang sangat memudahkan dan membuat kita terbiasa mencuci tangan. Sangat disayangkan kalau harus hilang rutinitasnya.
Terima kasih ya Kak.
Oke sama-sama.
HapusSangat informatif dan menyentuh, memberikan perspektif baru tentang bagaimana pengalaman pandemi Covid-19 terhadap pola hidup bersih dengan selalu mencuci tangan dan memakai hand sanitizer. Makasih sharingnya ka.
BalasHapusSama-sama.
HapusPadahal budaya cuci tangan baik yaa Mbak untuk terus diterapkan, ada atau tidaknya Covid. Kan setiap hari kita pasti bersentuhan dengan barang-barang yang kotor, hehehe. Sayang sekali kalau sekarang jadi barang yang mangkrak 🥲
BalasHapusNah. Itulah masalahnya.
Hapus