Tampilkan postingan dengan label literasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label literasi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 Agustus 2024

Mencari Gang Joko Pinurbo

32 komentar
HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF? Semoga kalian sehat selalu dan senantiasa berpikiran positif. Masih mau membaca ceritaku 'kan? Oke. Kali ini tentang aksi Komunitas #purapurajogging yang setengah gagal mencapai tujuan utamanya. Hehe ...

Yeah? Namanya juga setengah gagal. Berarti setengah berhasil. Artinya, enggak gagal-gagal amat alias enggak begitu sukses; kalau diukur dari rencana awalnya. Apa boleh buat? Hidup memang acap kali begitu 'kan? Sering tidak mulus berjalannya sebuah rencana.

Mungkin kalian bertanya-tanya. Kegagalan dalam hal apa yang hendak kuceritakan? Apakah dalam hal bercita-cita? Hmm. Bolehlah dibilang begitu. Tepatnya cita-cita kami, aku dan kawan-kawanku di Komunitas #purapurajogging, untuk berswafoto dengan plang nama gang. 

Mungkin kalian bertanya-tanya lagi. Seistimewa apa plang nama gang tersebut? Kok bisa-bisanya kami jadikan cita-cita untuk bekgron berswafoto? Ow, tentu jauh lebih istimewa daripada Yogyakarta. Muehehe ...

Jadi, plang nama gang itu bertuliskan "Gang Joko Pinurbo". Nah, lho. Kalian tahu Joko Pinurbo atau tidak? Yoiii. Benar. Joko Pinurbo yang penyair itu. Yang punya sapaan tenar "Jokpin". Yang salah satu puisi karyanya lekat dengan Kota Yogyakarta. Selalu dipakai khalayak untuk mendefinisikan komposisi kota tersebut.

Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan

Ingat 'kan? Harus, dong. Keterlaluan kalau sampai enggak ingat. Terlebih jika di galeri HP kalian ternyata ada foto kalian sedang mejeng di Teras Malioboro 1 dan tepat persis di depan tulisan tersebut. 

Baik. Mari kembali ke soal Gang Joko Pinurbo yang berlokasi di Kemantren Wirobrajan. Bagaimana bisa kami, orang-orang yang ber-KTP Kota Yogyakarta (bahkan diriku tercantum resmi sebagai warga Kemantren Wirobrajan), sampai tidak bisa menemukan plang bertuliskan "Gang Joko Pinurbo"? 

Sementara dengan panduan Mbah Gugel, setelah berkali-kali kami cocokkan foto-foto di internet dengan posisi kami di TKP at that time, rasanya sudah betul. Semua pertandanya sudah cocok semua. Namun, mau gimana lagi? Sekian lama celingukan dan cekrak-cekrek di area situ tetap tak terjumpai tulisan yang kami cari.

Akhirnya kami putuskan menyusuri gang yang kami yakini sebagai Gang Joko Pinurbo itu. Tentu sembari berusaha menerka-nerka, yang manakah kiranya yang merupakan rumah almarhum Penyair Joko Pinurbo. Sudah pasti aku dan kawan-kawan tak berhasil. Maklumlah, ya. Enggak ada clue sama sekali tentang posisi dan bentuk rumah itu.

Harus diakui, kami mencari Gang Joko Pinurbo memang berdasarkan berita di internet. Cuma dipandu berita yang kurang detil. Kami super pede pasti bakalan menemukannya dengan mudah. Mengapa sepercaya diri itu? Karena lokasinya di Kampung Wirobrajan. Istilahnya, ming kono bae. Hanya di situ kok, pasti gampang ditemukan. KTP-ku saja satu kemantren dengan gang yang kami cari.

Eh, rupanya tak segampang ituuu. Terlebih kami sejak awal pencarian sudah terintimidasi oleh gonggongan anjing. Haha! Bagi orang yang tak takut anjing tentu biasa saja. Cuma digonggongi, kok. Masalahnya, kami ini 'kan kaum introvert yang takut anjing. Baru digonggongi saja sudah merasa akan diterkam! Hingga ambyar segala ide dan kreativitas kami dalam blusukan. Hehe ...

Ya sudahlah. Yang terpenting upaya kami mencari Gang Joko Pinurbo tak sia-sia. Karena usut punya usut, kami sesungguhnya telah menemukan gang tersebut. Adapun plang namanya memang sedang diperbaiki. Itulah sebabnya kami cari-cari tidak ketemu. Lhah ternyata memang tidak terpasang. Mestinya ada di posisi tulisan "Jalan Setiaki" (lihat foto di bawah).

Bagaimana kami bisa tahu? Sebab saat salah satu dari kami posting di FB, ada komentar dari seseorang yang menginformasikan bahwa plangnya sedang diperbaiki. Mungkin dia warga sekitar situ atau malah memang tetangga almarhum JokPin.

Perlu diketahui, nama Joko Pinurbo memang baru-baru ini dipakai sebagai nama gang. Setelah beliau wafat. Sebagai penghormatan sekaligus kenangan bahwa di gang tersebut pernah tinggal seorang penyair beken Indonesia yang bernama Joko Pinurbo. 

Yup! Itulah sebuah bukti nyata dari peribahasa "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan budi". Semoga kita semua kelak akan meninggalkan budi dan kebaikan. 

Minggu, 14 Januari 2024

Prestasi Menulisku Selama 2023

32 komentar
HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF? Semoga kalian baik-baik saja. Tidak ada yang terkena banjir, tanah longsor, gempa, angin ribut, ataupun musibah lainnya. Sebagaimana yang belakangan kuketahui dari berita-berita di media massa.

BTW tulisan ini ada benang merahnya dengan tulisan terdahulu yang berjudul "Gembira Memulai 2024". Idenya terpantik oleh ingatan kepada sebuah antologi, sebuah BTU (Buku Teks Utama) yang direvisi, dan dua naskah buku yang siap diterbitkan. Yang tentunya melibatkan diriku, baik selaku penulis/kontributor maupun editor.

Yup! Pada intinya tulisan ini merupakan rangkuman prestasiku di dunia kepenulisan, terkhusus bidang perbukuan. Yang sesungguhnya mungkin tak perlu dianggap sebagai prestasi.

Gimana, ya? Keseharianku memang berkecimpung dalam dunia tulis-menulis beserta kerja pengeditannya. Jadi kalau ada berhasil-berhasilnya, itu bukan prestasi melainkan kewajaran.

Iya. Kuanggap itu sebuah kewajaran belaka. Mengapa? Sebab dengan nekad, aku telah meneguhkan hati untuk menjadi seorang pekerja lepas di dunia tulis-menulis. Jadi, pencapaian dalam menulis atau mengedit is a must.

Malah sebenarnya keterlaluan kalau sampai aku tak mampu mencapai apa-apa di situ. Walaupun ironisnya, justru aku sering berada di posisi keterlaluan itu. Apa boleh buat? Namanya juga diriku. Muehehe ...

Namun, syukurlah pada tahun 2023 lalu prestasiku di dunia sunyi itu masih terbilang lumayan. Daripada tak ada sama sekali, Alhamdulillah ada satu antologi yang kuhasilkan. Antologi itu berjudul Senjakala Radio.



Selanjutnya, pada tahun 2023 aku kembali dipanggil oleh Pusbuk Kemendikbudristek. Dua kali malahan. Yang pertama untuk menjadi editor bahasa, dalam pengolahan BTU sebuah mapel. Mungkin pada Tahun Ajaran Baru 2024/2025 nanti sudah dipergunakan di sekolah-sekolah.

Yang kedua untuk menjadi editor bahasa, dalam revisi BTU sebuah mapel yang lain. BTU yang ini telah dipakai di sekolah-sekolah, tetapi pada tahun 2023 direvisi.

Yang terakhir, pada awal Januari 2023 aku sukses menyelesaikan sebuah naskah bernapaskan keagamaan Islam, yang merupakan pesanan dari sebuah penerbit. Judulnya "Kisah dan Kemuliaan Para Wanita Ahli Surga di Sekeliling Nabi".

Naskah tersebut dibeli putus oleh penerbitnya. Jadi, aku tidak bakalan menerima royaltinya. Bahkan, nama penulisnya pun bukan nama asliku. Kalau kalian penasaran, silakan cek di toko buku daring ataupun luring.

Gimana menurut kalian? Pencapaianku menyedihkan atau tidak? Kalau menurutku sih, lumayan. Namun, pada tahun 2024 ini aku akan berusaha memiliki prestasi tulis-menulis yang lebih banyak. Supaya ada peningkatan gitu, lho.

Nah! Jadi sudah jelas, ya. Kalau kalian butuh jasa untuk mengedit tulisan, baik fiksi maupun nonfiksi, bisa hubungi aku. Tenang saja. Menghubungiku itu gampang, kok. Bisa melalui email agustinasoebachman@gmail.com atau DM sosmedku. #malahngiklan 😁

Minggu, 10 Desember 2023

Workshop Penulisan Sejarah

4 komentar
HALO Sobat PIKIRAN POSITIF. Hati ini aku mengikuti acara yang amat berfaedah, lho. Yup! Itulah acara Workshop Penulisan Sejarah. Penyelenggaranya Komunitas Malamuseum. HTM-nya 10 ribu rupiah saja. Terlalu murah pokoknya.

Memang terlalu murah karena ilmu yang kudapat sangat padat merapat. Bukan merayap. Otakku yang sedang agak lelah pun lumayan kepayahan mengikuti pemaparan narsum. Hahaha!

Serius. Aku jadi tahu cara berselancar demi mendapatkan referensi sejarah yang akurat. Intinya, sang narsum menginformasikan kepada kami mengenai a-z cara pemanfaatan internet, untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk penulisan sejarah.



Yang cukup menantang, kami diajak Praktik Menulis Sejarah. Untung praktiknya berkelompok. Tidak individual. Lumayan degdegan aku, tuh. Peserta paling tua, tetapi merasa paling kurang referensi soalnya. Hahaha!

Mula-mula semua peserta dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok berisi 3 orang. Kemudian kami harus membuat konten sejarah untuk diunggah di Instagram. Boleh reel, feed, atau story.

Tentu ada pemantik ide untuk bikin konten tersebut. Adapun pemantik yang diterima masing-masing kelompok berupa sejumlah arsip sejarah.



Istimewanya, arsip yang diberikan kepada peserta berkaitan dengan program Pameran Arsip dan Seni Historiafest Malam Museum dengan tema “Baboe en Djongos: Pekerja Rumah Tangga Pada Masa Kolonial”. Alhasil, aku merasa ini seperti bocoran alus tentang pameran itu.

O, ya. Satu kelompok yang kontennya terbaik mendapatkan mini doorprize. Nah. Berhubung kelompokku tidak menang, tentu saja aku tak tahu apa mini doorprize-nya. 

O, iya. Tiap kelompok berisi 3 orang. Teman kelompokku bernama Tya dan Dimas. Keduanya genZy. Lebih tua beberapa tahun daripada anakku. Untunglah jiwaku gaul dan tetap muda. Jadinya, enggak kagok aku berkomunikasi dengan mereka. Yeah, mau bagaimana lagi. Nyaris semua pesertanya genZy kok, ya. Hahaha!

Baiklah. Begitu saja cerita singkatku. Semoga menginspirasi, menghibur, dan bisa memantik motivasi untuk giat belajar di usia berapa pun. 


Minggu, 19 November 2023

BRI untuk Indonesia

38 komentar
128 Tahun yang Adaptif dan Luar Biasa

 
HALO Sobat Pikiran Positif? Aku mau cerita tentang BRI (Bank Rakyat Indonesia), nih. Yang rupanya pada 2023 ini telah mencapai usia 128 tahun. Wow, itu satu abad lebih!
 

Dokumentasi BRI


Sungguh sebuah pencapaian yang patut diapresiasi. Ternyata sudah selama itu BRI melayani rakyat Indonesia. Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, berarti BRI terbukti tangguh. Mampu bertahan eksis dari generasi ke generasi.

Sejarah Singkat BRI

Cikal bakal BRI berdiri tanggal 16 Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah. Tentu belum menyandang nama BRI. Masih memakai nama dalam bahasa Belanda, yaitu De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden. Yang di kemudian hari dikenal juga dengan nama Bank Priayi. Pendirinya Raden Bei Aria Wirjaatmadja.

Bank Priayi itu berdinamika sesuai dengan kebutuhan dan kondisi zaman. Mengalami reorganisasi, bahkan perubahan nama. Hingga akhirnya tibalah babak baru, yang dimulai sejak Indonesia merdeka tahun 1945.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 1, BRI dinyatakan sebagai bank pemerintah pertama di Republik Indonesia. Namun, operasionalnya terhenti pada tahun 1948 karena pecah perang untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Setelah Perjanjian Renville operasionalnya kembali berjalan, tetapi dengan nama baru, yaitu BRIS (Bank Rakyat Indonesia Serikat).

Setelah kembali menjadi BRI, pada tahun 1960 malah berganti nama lagi menjadi BKTN (Bank Koperasi Tani dan Nelayan). BKTN itu peleburan dari BRI, BTN (Bank Tani dan Nelayan), dan NHM (Nederlandsche Handels Maatschapij).

Pada tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam BI (Bank Indonesia) menjadi BIUKTN (Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani, dan Nelayan). Tak terlalu lama kemudian, pada 18 Desember 1968 berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 1968, BRI kembali dinyatakan sebagai bank umum.

Kemudian pada tanggal 1 Agustus 1992, berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 1992, status BRI berubah menjadi Perseroan Terbatas. Kepemilikannya 100 % di tangan pemerintah RI.

Namun, pada tanggal 10 November 2003 ada keputusan untuk menjual 30% saham BRI. Jadi, BRI menjadi perusahaan publik dengan nama resmi P. T. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., Perseroan Terbuka, sampai sekarang.

Begitulah faktanya. BRI sudah lama sekali membersamai kita. Merupakan salah satu bank tertua di Indonesia, yang masih beroperasi hingga sekarang. Sejak zaman BRI tempo doeloe hingga era digitalisasi BRI saat ini.

Tumbuh Kuat dan Hebat karena Adaptif

Orang Indonesia tentu tak asing dengan BRI. Walaupun bukan nasabah, pastilah tahu keberadaannya. Sejauh masih berdomisili di wilayah NKRI, sungguh keterlaluan kalau sampai tidak tahu BRI sama sekali.

BRI untuk Indonesia (baca: seluruh rakyat Indonesia), lho. Kantor cabangnya ada di mana-mana. Informasi yang kuperoleh, hingga akhir tahun 2022 BRI punya 449 unit kantor cabang di Indonesia. Belum lagi outletnya yang berjumlah ribuan. Plus sejumlah kantor perwakilan di luar negeri. Antara lain di Hongkong, Singapura, Taiwan, dan Amerika Serikat.

Dokumentasi BRI


Kantor cabang BRI tak cuma ada di perkotaan, tetapi merambah sampai ke pelosok-pelosok Indonesia raya. Itulah sebabnya sejak masih SD, aku sudah tahu BRI. Sementara domisiliku tatkala itu di sebuah desa sepi meskipun berstatus sebagai ibukota kecamatan. Masih tahun 90-an pula.

Ketika itu di kampung kami, kalau ada orang yang berkata mau pergi ke bank, serta-merta yang melintas di benak hanyalah BRI. Dia pasti hendak ke kantor BRI. Entah untuk utang-piutang, entah untuk urusan tabungan.

Ada satu rumusan unik yang kuingat. Pada zaman itu kalau ada yang pergi ke BRI, dia dianggap kaya dan keren. Mana ada orang miskin bisa menabung di bank? Mana ada orang miskin berani berutang pada bank yang mensyaratkan adanya jaminan? Hanya orang kaya yang punya aset berharga, yang bisa dijadikan jaminan berutang pada bank.

Alhasil kepalaku membesar, ketika suatu hari almarhum bapak mengajakku ke BRI. Tujuannya membuka rekening tabungan buatku. Tabungan khusus pelajar, tetapi aku lupa namanya.

Jika mengaitkan rumusan unik tersebut dengan situasi sekarang, aku jadi geli. Mengapa? Karena sekarang aku lumayan sering ke kantor BRI. Hanya saja kenyataannya, aku belum bisa disebut keren dan kaya. Hehehe ...

Lagi pula, ternyata bukan cuma orang kaya raya yang bisa meminjam modal usaha dari BRI. Siapa saja termasuk orang-orang dari golongan menengah ke bawah, asalkan sanggup mematuhi syarat dan ketentuan yang diberlakukan, bisa mendapatkan pinjaman modal usaha.

Kiranya hal tersebut sesuai dengan semangat reorganisasi yang dilakukan BRI pada tahun 1992. Tatkala itu dilakukan pemisahan bank umum dari sektor keuangan. Tujuannya memperkuat industri perbankan dan berfokus pada pemberdayaan perekonomian masyarakat.

Komitmen BRI untuk peningkatan perekonomian masyarakat konsisten dijalankan. Tak mengherankan kalau BRI kemudian ditahbiskan menjadi Pahlawan UMKM. Kenyataannya memang demikian. Banyak pelaku UMKM yang tertolong oleh kucuran dana usaha dari BRI.

Zaman berubah. Sudut pandangku terhadap BRI juga berubah. Seiring dengan inovasi-inovasi dan adaptasi yang dilakukannya. Kiranya inilah kunci yang membuat BRI bisa bertahan.

BRI memang adaptif dengan dinamika zaman. Keanekaragaman layanan perbankan yang ditawarkannya, yang mampu melayani kebutuhan lintas generasi, merupakan buktinya.

Ngomong-ngomong kalau kalian bertanya mengenai hubunganku dengan BRI, tentu bakalan kujawab "sangat baik". Apa alasannya? Karena sejak tahun 2010 aku menjadi nasabah setianya melalui jalur Simpedes (Simpanan Pedesaan). Ini nih, buktinya. 
 

Dokpri Agustina


Lalu, mengapa kupilih Simpedes? Sementara diriku merupakan warga kota? Penyebabnya simpel saja. Saat itu uang yang kubawa ke kantor cabang terdekat, hanya cukup untuk membuka rekening Simpedes. 

Jangan buru-buru berkomentar, "Kenapa tidak buka rekening secara online?" Hmm. Bukankah 13 tahun lalu digitalisasi BRI belum sekeren sekarang? Aku pun belum kenal internet.

Jadi, bersyukurlah kalian wahai generasi milenial dan genZy. Kini digitalisasi BRI telah massif untuk seluruh programnya. Bahkan, BRI berbaik hati mengklasifikasikan cara kalian mengatur keuangan.

Silakan cermati gambar di bawah ini. Lalu, jadikan pertimbangan untuk merencanakan pengaturan keuangan kalian.
 

Dokumentasi BRI


Sekali lagi, terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, sejauh ini aku masih percaya bahwa memang BRI untuk Indonesia (seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali). Iya, BRI masih sangat layak kita jadikan solusi perbankan andalan.

Bagaimana bisa ragu, jika kinerja keuangannya senantiasa kuat? Pada kuartal III tahun 2023 saja, BRI berhasil mencetak laba sebanyak 44,21 triliun rupiah.

Penutup

Demikian ceritaku tentang BRI (Bank Rakyat Indonesia), yang tak pernah berhenti untuk berinovasi demi kepuasan seluruh nasabahnya. Yang kukenal sejak aku masih anak-anak hingga sekarang, saat aku sudah punya anak.

Memang cepat sekali waktu berlalu. Menyebabkan banyak hal berubah. Kiranya dalam hal ini hanya satu yang tak berubah, yaitu tetap setianya BRI untuk Indonesia.

Selamat menapaki tahun yang ke-128, BRI!
Semoga tetap kuat dan hebat sehingga bisa melayani masyarakat dengan optimal.



REFERENSI

bri.co.id
kompas.com
Pengalaman pribadi




Minggu, 29 Oktober 2023

Blogger dan Sumpah Pemuda

34 komentar
Halo, Sobat PIKIRAN POSITIF.  Walaupun kurangkai tulisan ini tanggal 29 Oktober, kuucapkan Selamat Hari Blogger Nasional dan Selamat Hari Sumpah Pemuda.

Kok bisa, ya? Hari Blogger Nasional dan Hari Sumpah Pemuda berurutan jatuhnya? Jangan-jangan memang disengaja? Hari Blogger Nasional sengaja ditetapkan pada tanggal 27 Oktober? Supaya nyambung dengan Hari Sumpah Pemuda keesokan harinya?

Entahlah kebenarannya bagaimana. Namun, yang jelas aku berpikir bahwa ada benang merah yang menghubungkan antara Hari Blogger Nasional dan Hari Sumpah Pemuda.

Tunggu, tunggu. Kalian jangan salah sangka, ya? Jangan buru-buru menyimpulkan bahwa kedua hari khusus itu kusebut punya benang merah sebab usia para blogger muda-muda. Sementara tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.

Hmm. Sama sekali tidak begitu, ya. Terlebih faktanya, sebagian blogger ada yang berasal dari zaman kolonial. Tak usah jauh-jauh. Aku contohnya. Haha!

Mayoritas blogger memang berusia muda. Paling tidak sejauh pengamatanku, banyak yang mulai jadi blogger semasa kuliah. Kemudian aktif ngeblog hingga usai kuliah.

Pada masa-masa mencari pekerjaan pun masih aktif. Barulah ketika diterima kerja di sebuah perusahaan/kantor, lalu mundur alon-alon. Hehehe ... Tidak semua begitu, sih. Cuma lumayan banyak setahuku.

Sudah, sudah. Mari kembali ke benang merah.

Begini. Menurutku, Hari Blogger Nasional dan Hari Sumpah Pemuda dibuat berurutan agar para blogger Indonesia mampu berbahasa Indonesia secara baik dan benar. 

Jangan lupa. Salah satu ikrar pemuda Indonesia dalam kongres 28 Oktober 1928 lalu adalah "berbahasa satoe bahasa Indonesia". Oke?

Eh, jangan serta-merta berpikir rumit bila mendengar istilah "berbahasa Indonesia secara baik dan benar". Mulai saja dari yang paling simpel. Misalnya dengan belajar menulis "di" dan "di-" secara tepat.

Jangan lagi menulis DI PUKUL karena yang benar DIPUKUL.  Jangan lagi menulis DIRUMAH sebab yang benar DI RUMAH.

Nah. Enggak rumit 'kan? Masak sih, mengaku blogger kok tak bisa mempergunakan "di" dan "di-" secara tepat? 
 
 
 


Minggu, 13 Agustus 2023

Supaya Tak Terlupa, Arsipkan!

38 komentar

HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF! Semoga kalian sedang dalam kondisi bahagia. Kalaupun situasi kalian ternyata kurang mengenakkan,  semoga tetap bisa berPIKIRAN POSITIF.

Minimal, mari berusaha tetap waras dengan membaca tulisan ini. Insyaallah tulisan ini bisa menetralkan perasaan. Dapat mengembalikan pikiran positif yang mungkin sempat menghilang sebentar. Hehehe ...

Sesuai dengan judulnya,  yaitu "Supaya Tak Terlupa, Arsipkan!", tulisan ini memang menyoal tentang arsip.

Lalu, apa yang dimaksud dengan arsip? Baik. Silakan simak penjelasan di bawah ini.

Pengertian kearsipan menurut UU Nomor 43 Tahun 2009 adalah hal-hal yang berkenaan dengan arsip.

Sementara arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media, sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Wow, wow! Panjang nian ya, pengertian arsip. Namun, tenanglah. Itu tak perlu dihafalkan, kok. Hanya perlu dipahami dengan sepaham-pahamnya agar tidak salah paham.

Gampangannya begini, lho. Arsip adalah sebuah upaya untuk menjaga ingatan zaman. Sebuah upaya pengumpulan dokumentasi atas hal-hal/peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, terutama yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat.

Makin luas pengaruhnya, berarti makin besar nilai arsip dari hal/peristiwa yang bersangkutan.

Ingat. Yang menjadi koentji adalah pengaruhnya ke masyarakat. Dampaknya. Akibatnya. Menyebabkan gejolak atau tidak? Melahirkan perubahan/pembaharuan atau tidak?

Jadi, sedahsyat apa pun hal/peristiwa yang kita alami, sejauh tidak berpengaruh pada khalayak luas, ya cuma menjadi arsip pribadi. Tidak dibutuhkan oleh publik.

Sekalipun kita seorang tokoh publik, belum tentu tiap hal yang kita lakukan atau peristiwa yang kita alami layak dicatat sebagai arsip nasional. Apa iya, ketika kita terjatuh sehingga patah kaki bisa dijadikan arsip nasional?

Mungkin hal itu memang sangat berpengaruh pada kita secara pribadi. Akan tetapi, orang lain 'kan tidak ikut menanggung  akibatnya. Aktivitas sosial di sekitar kita pun tetap berjalan normal. Tak terganggu.

Berdasarkan semua uraian di atas, sesungguhnya bisa disimpulkan begini.

Arsip merupakan suatu upaya untuk melawan lupa. Jika segala hal/peristiwa  penting hanya disimpan dalam ingatan, tanpa didokumentasikan dalam bentuk apa pun, lambat-laun bakalan  terlupakan zaman.

Bukankah ingatan manusia terbatas? Terlebih jika kemudian tertimpa-timpa sekian banyak hal/peristiwa penting lain yang lebih aktual.

Begitulah adanya. Hal-hal dan peristiwa-peristiwa memang harus dicatat rapi dalam bingkai dokumentasi resmi. Jadi supaya tidak ada hal/peristiwa penting yang terlupa, arsipkan segera!

O, ya. Kiranya foto di bawah ini juga merupakan sebuah arsip, yakni arsip tatkala kami menjadi tamu di DPAD (Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah) DIY.

 

Dokpri Agustina



Minggu, 16 Juli 2023

Segera Terbit SENJAKALA RADIO

2 komentar
HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF? Sedang bersantai demi menghabiskan akhir pekan? Agar makin seru, kutemani dengan cerita tentang Senjakala Radio, ya.

Apakah itu? Senjakala Radio adalah antologi terbaruku. Dalam antologi tersebut aku menyumbang satu tulisan berjudul "Radio, Bestie yang Tak Mengintervensi".

Berdasarkan judul buku dan judul tulisanku, kalian tentu sudah bisa menebak kalau buku ini berisi hal-hal terkait radio. 

Faktanya, Senjakala Radio berisi cerita-cerita mengenai keseruan yang dihadirkan radio. Iya. Begitulah adanya. Dahulu (bahkan sampai sekarang) radio memang seseru dan seasyik itu. 

Senjakala Radio merupakan antologi yang berdasarkan kisah nyata. True story. Jadi, sesungguhnya antologi ini adalah sekumpulan cerita nostalgia. Terkhusus nostalgia yang berhubungan dengan radio.

Tim penulisnya berjumlah 24. Mbak Lia (Aulia Manaf) yang menjadi motor penggeraknya. Tim tersebut terdiri atas para penyiar radio, baik yang masih aktif maupun yang sudah nonaktif, plus para pendengar setia.  

Dengan demikian, ada 24 kisah dan 24 sudut pandang tentang radio. Yang pastinya masing-masing memiliki daya tarik tersendiri. Itulah sebabnya subjudul yang disematkan di bawah judul adalah "Celoteh Nostalgia Beragam Rasa".

O, ya. Senjakala Radio setebal 250 halaman. Penerbitnya Jagat Litera Malang. Prapesan telah dibuka sejak tanggal 10 Juli lalu, hingga tanggal 31 Juli yang akan datang.

Yup! Zaman boleh berjalan ke depan. Radio pun mesti berhadapan dengan tantangan-tantangan kekinian. Sesuai dinamika tradisi dan teknologi. Namun, yakinlah bahwa radio belum akan punah dengan segera.

Percayalah. Radio masih menjadi sumber informasi dan hiburan. Bahkan, hingga beberapa tahun ke depan. Tentu dengan segala bentuk adaptasinya terhadap dinamika zaman.

Sekali lagi, percayalah. Senjakala Radio bukan merupakan karya yang dimaksudkan sebagai monumen kenangan. Senjakala Radio justru hadir untuk menginspirasi.


Minggu, 09 April 2023

Beduk di Masjid Jawa

18 komentar
HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF. Tahu beduk? Itu lho, yang biasa ada di masjid-masjid kuno. Entah kunonya bersejarah ataupun tidak. Yang fungsinya dipukul (baca: dibunyikan) tatkala masuk waktu salat fardu.

Silakan baca juga tulisanku yang mirip ini di Kompasiana. Oke? 

Nah. Kekayaan Nusantara yang berupa masjid ternyata luar biasa jumlahnya. Gaya arsitekturnya juga demikian. Beraneka ragam model dan filosofinya.

Saya baru betul-betul sadar akan hal itu tatkala bongkar-bongkar galeri HP. Iya, benar. Ternyata saya punya banyak foto masjid ikonik. Bukankah ini berarti saya lumayan kerap berkunjung ke masjid?

Hmm. Religius juga saya rupanya.
Masjid-masjid keren yang saya kunjungi kebetulan baru di seantero Jawa Tengah dan DIY. Yang notabene semuanya bercirikan budaya Jawa.

Walaupun tidak persis sama, secara garis besar bentuk dan tatanan masjid-masjid itu serupa. Mulai dari model atap beserta pemaknaannya, hingga keberadaan kolam-kolam di sekeliling masjid

Di luar ornamen dan bentuk arsitektur masjid-masjid tersebut, ada satu hal yang menarik untuk dicermati. Hal apakah itu? Tak lain dan tak bukan, tentang adanya beduk di tiap-tiap masjid.

Kiranya beduk merupakan (semacam) aksesoris wajib untuk sebuah masjid di Jawa tatkala itu. Kalaupun sekarang ada beduk yang tidak lagi difungsikan, saya pikir fungsinya sebagai benang merah tak serta-merta musnah.

Dokpri Agustina

Rabu, 21 Desember 2022

Kencan Cerdas dengan MPR RI

2 komentar
HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF. Tetap semangat dan sehat selalu, ya. Kalau sehat 'kan bisa ikut memberikan sumbangsih bagi Indonesia kita tercinta. Enggak perlu jauh-jauh, deh. Misalnya yang kulakukan tempo hari, saat kencan cerdas dengan MPR RI. 

Andai kata tidak dalam kondisi sehat, aku tentu tak bisa berangkat ke Hotel Porta by Ambarukmo untuk kencan cerdas dengan MPR RI. Jika tidak bersemangat, sesehat apa pun aku pasti tidak mau pula berangkat ke acara tersebut. Tidak bisa ketemu kawan-kawan sesama blogger - netizen.

Nah, lihatlah! Semangat dan sehat memang dua hal yang harus bersinergi, ya.

Semangat tanpa didukung kesehatan, jatuh-jatuhnya mentok sebagai orasi belaka. Sementara kondisi sehat yang tidak dilengkapi semangat, ujungnya mager. MAlas GERak. 

Yuk, ah! Semangat, semangat. Sehat, sehat. Demi Indonesia yang lebih maju. Minimal biar bisa pepotoan dengan ceria barengan teman dan tas MPR RI seperti ini. Hihihi ....
 

Dokpri/Agustina


O, ya. Tentu saja sehatnya sehat lahir dan batin, ya. Fisiknya sehat. Psikisnya juga sehat. Ingat, ingat! Negara ini bakal kewalahan kalau punya banyak warga yang tak utuh kategori sehatnya.

Jalannya Acara 

Mungkin kalian bertanya-tanya, apa saja yang kulakukan selama kencan cerdas dengan MPR RI? Sudah pasti bersilaturahmi dengan kawan-kawan dan MPR RI, dong. Adapun dalam kesempatan ini, MPR RI diwakili oleh Ibu Siti Fauziah dan Bapak Muhammad Jaya.
 

Dokpri/Agustina


Acara berlangsung sejak pukul 12.00 WIB - 15.30. Diawali dengan registrasi ulang peserta, makan siang bersama, dan ramah tamah. 

Format acara awal yang santai dan interaktif ini mempererat rasa persaudaraan di antara kami, para narablog (blogger) - warganet (netizen). Plus kenalan tipis-tipis dengan sebagian tim tuan rumah (staf MPR RI).

Ketika jarum jam menunjukkan pukul 13.00 WIB, acara inti segera dimulai. Untuk mengawalinya, kami bersama-sama menyanyikan "Indonesia Raya". Tentu sambil berdiri tegap. Ini lagu kebangsaan kita, lho.
 

Dokpri/Agustina


Selanjutnya Ibu Siti Fauziah S. E., M. M., Plt. Deputi Administrasi sekaligus Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Sistem Informasi MPR RI, langsung menyapa peserta berikut menyampaikan keynote speech.

Terusterang saja aku beberapa kali terhenyak saat menyimak materi yang disampaikan oleh Ibu Siti Fauziah. Mendadak merasa jadi WNI yang kurang baik dan benar. 

Yeah, mau baik dan benar dari mana? Empat Pilar MPR RI saja aku tidak tahu. Baru tahu saat Ibu Siti Fauziah menjelaskannya. 

Bahkan, aku juga tidak tahu kalau ternyata ada perubahan nama UUD 1945. Sekarang namanya lebih panjang, yaitu UUD NRI Tahun 1945 (silakan cermati foto di bawah ini).  
 

Dokpri/Agustina



Ternyata, oh, rupanya. Setelah beberapa kali mengalami amandemen, namanya diubah menjadi lebih panjang. Oalaaah. Kukira amandemen-amandemen yang terjadi tak berpengaruh pada namanya.

Ngomong-ngomong, ada satu hal penting lagi yang baru kutahu dari kencan cerdas dengan MPR RI. Itu lho, terkait dengan statusnya bahwa sekarang MPR RI bukan lagi lembaga tertinggi, melainkan salah satu saja dari lembaga tinggi negara. 

Hadeeeh. Ke mana saja engkau selama ini, wahai diriku sendiri? Separah inikah keteledoranmu sebagai anak bangsa? *tutup muka* 

Oleh sebab itu, aku amat bersyukur diundang ke NETIZEN GATHERING pada 17 Desember 2022 lalu. Betul-betul menambah wawasanku tentang MPR RI terkini.
 

Dokpri/Agustina


Setelah sesi Ibu Siti Fauziah, kemudian ada tambahan materi dari Bapak Muhammad Jaya S. IP., M. SI., Plt. Kepala Biro Sumberdaya Manusia. Materinya terkait peran Humas dalam publikasi kegiatan MPR RI.

Waaainiii. Peran Humas! Jangan-jangan selama ini Humas MPR RI belum punya akun medsos, misalnya Instagram? O la la! Ternyata sudah ada @mprgoid .... 

Hmm. Kok sampai aku enggak tahu, ya? Sementara aku cukup aktif di Instagram. Mengapa tak pernah melihat postingan akun MPR RI sama sekali?

Usut punya usut, aku memang belum jadi pengikutnya. Namun, tenang saja. Sekarang sudah, kok. Tatkala itu langsung klik follow begitu tahu informasinya.

Semula kusangka kalau akun Instagram MPR RI belum lama dibuat. Atau, jarang posting sehingga jarang ada warganet (netizen) yang menemukannya. Faktanya? Kedua sangkaanku itu salah semua.

Ternyata akun Instagram MPR RI tidak baru-baru amat. Tidak pula jarang posting. Hanya saja, jumlah komentatornya memang sedikit. Timpang dengan jumlah pengikutnya.

Sepertinya karena postingan MPR RI terlalu serius. Formal gaya bahasanya. Caption panjang-panjang. Tidak melibatkan emosi pembaca. Foto yang diunggah kurang menarik. 

Pendek kata, gaya penyajian kontennya kurang kekinian. Jadinya kurang bisa memancing jari-jari warganet untuk meninggalkan jejak. 

Pihak MPR RI rupanya menyadari hal tersebut. Oleh karena itu, para narablog selaku warganet aktif diundang dalam rangka memberikan masukan. Gerangan apa penyebab kurang populernya akun @mprgoid ?

Yup! Sesi terakhir dari kencan cerdas tempo hari adalah penyampaian kritik dan saran dari masing-masing peserta. Maksudnya kritik dan saran terkait konten media sosial MPR RI. Dalam hal ini akun Instagram.

Sesi terakhir ini bikin aku degdegan. Tiap orang wajib memberikan masukan. Sementara aku merasa tidak percaya diri. Khawatir masukanku "ajaib" dan terlampau retjeh dari sudut pandang MPR RI.

Wuih, usulan konten dari kawan-kawanku keren-keren. Bernas semua. Ada yang menyoroti gaya berbahasanya, sisi fotografinya, format postingannya, dan lain-lain hal terkait teknis apalah-apalah yang berpotensi meningkatkan engangement.

Hingga tibalah giliranku. Simpel saja masukanku. Sesuai jiwaku. Aku hanya mengusulkan, "Gimana kalau bikin figur atau sosok semacam si kocheng oyen yang legendaris, kayak di akun Presiden Jokowi? Kucing itu selalu ditunggu-tunggu warganet dengan antusias."

Alhamdulillah usulanku ternyata malah bikin heran Pak Jaya. Muehehehe .... Beliau malah mengira kalau si oyen itu bisa tenar karena merupakan kucing milik Pak Jokowi.

Nah. Mendengar perkataan beliau gantian aku yang heran. Kukira semua orang paham tentang kocheng oyen yang legendaris sebab hobi ngereognya. Ternyata enggak. 

Penutup

Singkat cerita, aku sangat antusias dengan acara yang bertajuk "NETIZEN GATHERING Peran Media Sosial dalam Publikasi Kegiatan MPR RI" ini. Pastinya bisa mencerahkan wawasanku banget. Seru!

Plus memantik tekadku untuk lebih sering menengok akun Instagram MPR RI. Selain untuk tahu informasi terkininya, sekalian untuk cek ricek progres penyuguhan kontennya. Siapa tahu sudah ada kolega si kocheng oyen juga di situ?
 

Dokpri/Agustina




Kamis, 24 November 2022

MULIH Diskusi Sastra Anak

2 komentar
HAI Sobat PIKIRAN POSITIF? Kali ini aku hendak bercerita tentang Diskusi Sastra Anak yang diselenggarakan di Taman Pintar Yogyakarta. Tentu masih dalam rangkaian Festival Sastra Yogyakarta 2022 tempo hari.

Lokasi diskusinya sesuai dengan tema 'kan? Di Taman Pintar, yaitu sebuah tempat di mana anak-anak bisa bermain sembari belajar. Plus bersastra juga tentunya.

Acara Diskusi Sastra Anak ini diselenggarakan tepat pada Hari Pahlawan, 10 November 2022. Beberapa hari saja setelah acara Diskusi Sastrastri di Pendapa Pasar Beringharjo. 


Sambutan dari Kadisbud Kota Yogyakarta (Dokpri)

Nah! Jeda beberapa hari saja itu, tak sampai setengah minggu, ternyata membuatku otomatis membanding-bandingkan situasi jalannya kedua acara diskusi tersebut.

Memang sih, sama-sama diskusi sastra meskipun beda tema. Namun, entah kenapa aku merasa lebih enjoy dengan diskusi yang diadakan di Pendapa Pasar Beringharjo. 

Kalau dilihat dari segi tempat, tentu tempat Diskusi Sastra Anak lebih representatif. Lebih nyaman dan kondusif. Yang bikin runyam sehingga aku tidak enjoy adalah sebagian pesertanya.

Ada apa dengan mereka? Mereka berisik. Terlalu kerap mengobrolkan perkara yang tak ada kaitannya dengam tema diskusi. 

Yang duduk di samping kananku tepat malah membahas kue-kue yang menjadi penghuni kotak konsumsi yang disuguhkan kepada kami. Ampun, deh. Jadinya ya konsentrasiku terganggu.

Apakah mereka yang mengobrol itu anak-anak? O, sama sekali tidak. Mereka mahasiswa sastra, baik S-1 maupun S-2, dari sebuah PTN keren. 'Kan mengesalkan? Kalau anak-anak, bisalah aku memakluminya.  

Alhasil, materi yang kuserap dari Diskusi Sastra Anak itu tak maksimal. Bagaimana bisa maksimal kalau aku mendengar uraian narasumber secara separo-separo. Paraaah.
 

Dokumentasi FSY

 
Diskusi Sastra Anak yang kuikuti menghadirkan dua pembicara, yaitu Bu Novi dari FIB UGM dan Cak Lis dari Tamansiswa. Kedua narasumber tersebut dipandu oleh moderator Fara Dewi.

O, ya. Acara dibuka oleh Ibu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Adapun para peserta berasal dari berbagai kalangan. Ada guru, pecinta sastra, dan mahasiswa. Yang terbanyak mahasiswa. Hmm. Sekarang kalian tahu 'kan penyebabku mendengar separo-separo?
 
 
 
Cak Lis dan Mbak Novi sebagai narasumber (Dokpri)

Lalu, apa yang dimaksud dengan sastra anak? Sastra anak adalah sebuah karya kreatif dan imajinatif untuk anak. Penulisnya bisa anak, bisa pula orang dewasa.

Bentuk-bentuk sastra anak bisa berkembang dan berubah seiring perkembangan zaman. Misalnya sastra anak tradisional-konvensional yang kini beranjak ke bentuk sastra cyber.

Peralihan bentuk serupa itu bukan merupakan suatu dosa. Justru merupakan sebentuk penyesuaian terhadap dinamika zaman. Jadi, tak perlu dirisaukan.

Di ujung acara, masing-masing narasumber menegaskan bahwa sastra menarik bila kita tahu fungsinya. Lalu, apa fungsi sastra? Fungsinya adalah menyenangkan dan berguna. 

Dengan demikian, mestinya sastra tidak dipandang sebagai sesuatu yang berat. Lagu anak dan permainan anak pun termasuk sastra. Keduanya menyenangkan toh? 

Fungsi bergunanya bagaimana? Tentu saja ketika sastra bisa dipergunakan sebagai sarana untuk mempermudah hidup. Misalnya sastra bisa juga dipakai untuk belajar sains, untuk memberikan nasihat tanpa nada menggurui.

O, ya. Di samping penampilan narasumber, ada pula penampilan dari beberapa siswa SMP dan SMA yang membacakan geguritan. Yang tampak dalam foto berikut adalah salah satunya.
 
 

Dokpri

Demikian sekelumit ceritaku saat menghadiri acara Diskusi Sastra Anak dalam rangka Festival Sastra Yogyakarta. Semoga ada faedahnya. 





Kamis, 17 November 2022

Buruh Gendong Beringharjo dan Sastra

20 komentar
APA kabar Sobat PIKIRAN POSITIF? Tetap semangART dan berupaya sehART, ya. Teladanilah para buruh gendong Beringharjo yang selalu berupaya sehat kuat dalam menjemput rezeki. Sepakat?

Ada apa dengan para buruh gendong Beringharjo? Mengapa kali ini saya bawa-bawa ke dalam tulisan? Yeah, karena memang sesuai dengan judulnya, tulisan ini hendak bercerita tentang mereka.

Jadi, ada apa dengan mereka? Pastinya ada yang seru, dong. Kalau tidak seru tak bakalan saya ceritakan di blog www.tinbejogja.com ini.

Festival Sastra Yogyakarta (Dokpri)
Desain panggung diskusi sastra (Dokpri)

Silakan amati foto pertama. Aku yakin, kalian pasti melihat sebuah papan larangan di samping banner Festival Sastra Yogyakarta itu. 

Walaupun hanya tampak separo, kalian pasti dapat mengetahui bahwa isinya berupa larangan untuk menggelandang, mengamen, mengemis, dan mengasong di pasar. Tentu dalam konteks ini, pasarnya adalah Pasar Beringharjo Yogyakarta.

Kemudian pada foto kedua, ada anak ayam imitasi di antara buah-buahan. Adapun tata letak buah-buahan tersebut khas tata letak di pasar. Digelar di tampah dan keranjang, lalu diletakkan di atas keranjang/kotak kayu. 

Jadi, itu apa? Apa hubungan foto pertama dan kedua? Baik. Hubungannya langsung kujelaskan saja melalui foto berikut, ya. 

Informasi acara Sastrastri (Dokpri)

Kupikir kalian pasti paham hanya dengan membaca poster di atas. Yoiii. Foto kedua merupakan desain panggung tempat berlangsungnya acara diskusi bertajuk "SASTRASTRI (Sastra dan Perempuan)".

Di poster tercantum bahwa lokasi acara di Pasar Beringharjo. Itulah sebabnya estetika panggung menyesuaikan. Unik 'kan? 

Kian unik ketika angin berembus sehingga aroma khas pasar pun tercium. Plus sesekali ada orang belanja atau buruh panggul melintasi area panggung (tempat narasumber).

Amat natural. Biasanya diskusi sastra 'kan diselenggarakan di gedung yang atmosfernya intelek atau estetik. Yang tanpa sadar karena jamak dilakukan seperti itu, sesungguhnya malah makin menegaskan bahwa sastra berada di menara gading.

Artinya, sastra berjarak dari kehidupan sehari-hari. Jauh dari jangkauan masyarakat awam. Sementara para pegiat sastra selalu koar-koar untuk membumikan sastra. Hmm. Sungguh kontradiktif memang. 

Alhasil menurutku, ide penyelenggaraan diskusi SASTRASTRI di Pendapa Beringharjo patut sekali diacungi jempol. Sat set tanpa banyak wacana, langsung mendekat ke khalayak yang notabene tidak akrab dengan sastra.

Bahkan, panitia sukses mengajak para buruh gendong Beringharjo untuk terlibat. Ya, mereka dilibatkan untuk tampil sebagai pembaca puisi. Hasilnya? Sangat seru.

Bagiku, ini sesuatu yang keren banget. Panitia telah memberikan pengalaman bersastra kepada para buruh gendong. Plus semacam memberi jeda estetis dari keseharian mereka yang pastilah cenderung monoton. 

Yang mengharukan, para buruh gendong tersebut mengaku senang bisa belajar membaca puisi. Rata-rata mereka mengaku kalau seumur hidup, baru sekali itu membaca puisi. Nah!

Buruh gendong Beringharjo baca puisi (Dokpri)
Peserta diskusi dan buruh gendong baca puisi bersama (Dokpri)
Puisi yang mereka baca (Dokpri)


Diskusi sastra dalam rangka Festival Sastra Yogyakarta itu menampilkan 3 narasumber. Sesuai tema tentunya semua perempuan, yaitu Yetti Martanti (Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta), Ratih Kumala (sastrawan), dan Rumayda Akmal (sastrawan sekaligus dosen FIB UGM). 

Adapun pembawa acaranya yang sekaligus bertindak selaku moderator adalah Sekar Sari.


Para narasumber dan moderator sekaligus MC (Dokpri)

Di luar materi diskusi, terusterang aku terkesan dengan pelibatan para buruh gendong Beringharjo itu. Aku berharap, ke depan mereka terpantik untuk lebih sering menikmati sastra. 

Apa alasanku berharap begitu? Karena sastra bisa untuk healing. Tepatnya healing secara murah berfaedah dan berkelas. Hahaha!

Ketahuilah, healing itu tak berarti pergi ke sebuah destinasi wisata. Kalau berkunjung ke destinasi wisata  sih, namanya piknik.

Eit! Jangan berpikir rumit tentang sastra dan cara menikmatinya. Mendengarkan sandiwara radio, nembang, nonton pertunjukan musik dan teater, itu sudah menikmati sastra. Bahkan kata Rumayda Akmal, bergosip pun termasuk bersastra.

Jadi, jadiii, kalian yang gemar menyebar gosip = telah menjadi sastrawan? Ladalah. Enggak gitu juga lah yaaa. 

Tentu saja sepulang dari acara ini otak dan hatiku terasa kembali penuh. Senang bisa menyegarkan kembali ingatanku tentang sastra. Senang pula melihat semangat para buruh gendong Beringharjo berkegiatan sastra.

Dokpri
 
O, ya. Acara diskusi diakhiri dengan beberapa lagu campursari. Namun, sebelumnya ada foto bersama. Tampak dalam foto adalah para buruh gendong, anggota IIDN Yogyakarta, dan Komunitas Perempuan Berkebaya.

Ayo, jaga kesehatan jiwa dan raga. Demi Indonesia lebih bertenaga. Caranya bisa bermacam-macam. Sastra adalah salah satunya. Kalau para buruh gendong Beringharjo bisa, kalian mestinya lebih bisa.




 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template